Rabu, 21 Juli 2010

faktor-faktor yang berhubungan dengan dismenore

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Dismenore Primer Pada Remaja
Pengertian Dismenore
Nyeri haid bersinonim dengan dysmenorrhea, dysmenorrhoea, dismenorea, dismenore, painful menstruation, syndrome of painful menstruation (Anugroho, 2008).
Dismenorea didefinisikan sebagai nyeri haid yang sedemikian hebatnya sehingga memaksa penderita untuk istirahat dan meninggalkan pekerjaan atau cara hidupnya sehari-hari, untuk beberapa jam atau beberapa hari 12 (Azzahra, 2009).
Rasa nyeri waktu haid yang demikian hebat sehingga memerlukan obat pereda sakit atau meminta pertolongan dokter disebut penyakit dismenorhea (Hanuriyanto, 2001).
Nyeri menstruasi atau dysmenorrhea terjadi karena perbedaan ambang rangsang nyeri pada setiap orang. Nyeri menstruasi cenderung terjadi lebih sering dan lebih hebat, pada gadis remaja yang mengalami kegelisahan, ketegangan dan kecemasan. Jika tidak diatasi, nyeri menstruasi ini seringkali akan mengganggu aktifitas dari wanita (Qittun, 2008).
Nyeri haid adalah salah satu di antara empat kelainan haid, yaitu ketidakteraturan daur atau siklus, perdarahan haid yang lama lebih dari 10 hari, jumlah darah yang banyak disertai gumpalan dan nyeri haid. Umumnya nyeri haid tidak bersifat tunggal, namun berkombinasi dengan kelainan tersebut. (Newspaper, 2009).
Nyeri haid dalam istilah medis dinamai dysmenorhoe sebenarnya merupakan suatu kondisi yang umum dialami oleh kaum hawa yang sudah mendapatkan menstruasi. Sesungguhnya saat menstruasi, di dalam tubuh setiap wanita terjadi peningkatan kadar Prostaglandin (suatu zat yang berkaitan antara lain dengan rangsangan nyeri pada tubuh manusia). Yang menjadi fokus perhatian sebenarnya adalah seberapa rendah atau tingginya ambang nyeri dalam tubuh kita dalam merespon kenaikan kadar Prostaglandin (Pg) tersebut (Yusi, 2009).
Dysmenorrhea adalah nyeri selama menstruasi yang disebabkan kejang otot uterus (Sylvia Anderson, 2005). Menstruasi yang sangat menyakitkan, terutama terjadi pada perut bagian bawah dan punggung serta biasanya terasa seperti kram, dikenal sebagai dismenore atau menoragi (Helen Varney dkk, 2006).
Dismenore atau nyeri haid mungkin merupakan suatu gejala yang paling sering menyebabkan wanita-wanita muda pergi ke Dokter untuk konsultasi dan pengobatan. Karena gangguan ini sifatnya subjektif, berat atau intensitasnya suka diniali. Walaupun frekuensi dismenore cukup tinggi dan penyakit ini sudah lama dikenal, namun sampai sekarang patogenesisnya belum dapat dipecahkan dengan memuaskan (Hanifa, 2008). Dismenore dibagi atas:
Dismenore primer (esensial, intrinsik, ideopatik), tidak terdapat hubungan dengan kelainan ginekologi.
Dismenore sekunder (ekstrinsik, yang diperoleh, acquiret), disebabkan oleh kelainan ginekologi (salpingitis kranonika, endometriosis, adenomiosis uteri, stenosis sevis uteri, dan lain-lain) (Hanifa, 2005).
Dismenorea sekunder biasanya terjadi beberapa tahun setelah menarche, dapat juga dimulai setelah usia 25 tahun. Nyeri dimulai sejak 1-2 minggu sebelum menstruasi dan terus berlangsung hingga beberapa hari setelah menstruasi. Pada dismenorea sekunder dijumpai kelainan ginekologis seperti endometriosis, adenomiosis, kista ovarium, mioma uteri, radang pelvis dan lain-lain. Dapat pula disertai dengan dispareuni, kemandulan, dan perdarahan yang abnormal (Oksparasta, 2003).
Dismenorea sekunder (secondary dysmenorrhea) dapat terjadi kapan saja setelah menarche (haid pertama), namun paling sering muncul di usia 20-an atau 30-an, setelah tahun-tahun normal, siklus tanpa nyeri (relatively painless cycles). Peningkatan prostaglandin dapat berperan pada dismenorea sekunder, namun, secara pengertian (by definition), penyakit pelvis yang menyertai (concomitant pelvic pathology) haruslah ada. Penyebab yang umum termasuk: endometriosis, leiomyomata (fibroid), adenomyosis, polip endometrium, chronic pelvic inflammatory disease, dan penggunaan peralatan kontrasepsi atau IUD (intrauterine device) (Anugroho, 2008).
Secara umum, nyeri haid timbul akibat kontraksi disritmik miometrium yang menampilkan satu gejala atau lebih, mulai dari nyeri yang ringan sampai berat di perut bagian bawah, bokong, dan nyeri spasmodik di sisi medial paha (Anugroho, 2008).

Dismenorea Primer
Pengertian
Adalah nyeri menstruasi yang terjadi tanpa adanya kelainan ginekologik yang nyata. Dismenorea primer terjadi beberapa waktu setelah menarke, biasanya sesudah menarke, umumnya sesudah 12 bulan atau lebih (Hanifa, 2005).
Nyeri ini timbul sejak menstruasi pertama dan akan pulih sendiri dengan berjalanya waktu, tepatnya saat hormon tubuh lebih stabil atau perubahan posisi rahim setelah menikah dan melahirkan anak. Hampir 50% dari wanita muda atau yang baru mendapatkan menstruasi mengalami keluhan dismenore primer, gejalanya lebih parah setelah lima tahun setelah menstruasi pertama (Aulia, 2009).
Dismenore primer adalah nyeri haid yang dijumpai tanpa kelainan alat-alat genital yang nyata. Dismenorea primer (primary dysmenorrhea) biasanya terjadi dalam 6-12 bulan pertama setelah menarche (haid pertama) segera setelah siklus ovulasi teratur (regular ovulatory cycle) ditetapkan/ditentukan (Anugroho, 2008).
Dismenorea primer hampir selalu terjadi saat siklus ovulasi (ovulatory cycles) dan biasanya muncul dalam setahun setelah menarche (haid pertama). Pada dismenorea primer klasik, nyeri dimulai bersamaan dengan onset haid (atau hanya sesaat sebelum haid) dan bertahan/menetap selama 1-2 hari. Nyeri dideskripsikan sebagai spasmodik dan superimposed over a background of constant lower abdominal pain, yang menyebar ke bagian belakang (punggung) atau anterior dan/atau medial paha (Anugroho, 2008).
Selama menstruasi, sel-sel endometrium yang terkelupas (sloughing endometrial cells) melepaskan prostaglandin, yang menyebabkan iskemia uterus melalui kontraksi miometrium dan vasokonstriksi. Peningkatan kadar prostaglandin telah terbukti ditemukan pada cairan haid (menstrual fluid) pada wanita dengan dismenorea berat (severe dysmenorrhea). Kadar ini memang meningkat terutama selama dua hari pertama menstruasi. Vasopressin juga memiliki peran yang sama (Anugroho, 2008).
Penyebab Dismenorea Primer
Hanifa (2005) menyatakan banyak teori telah dikemukakan untuk menerangkan penyebab dismenore primer, tetapi patofisiologinya belum jelas dimngerti. Rupanya beberapa faktor memegang peranan sebagai penyebab dismenore primer, antara lain:


Faktor Kejiwaan
Pada gadis-gadis yang secara emosional tidak stabil, apalagi jika mereka tidak mendapat penerangan yang baik tentang proses haid, mudah timbul dismenore.
Faktor konstitusi
Faktor ini yang erat hubunganya dengan faktor tersebut diatas, dapat juga menurunkan ketahanan terhadap rasa nyeri. Faktor-faktor seperti anemia, penyakit menahun, dan sebagainya dapat mempengaruhi timbulnya dismenore.
Faktor Obstruksi Kanalis Servikalis
Salah satu teori yang paling tua untuk menerangkan terjadinya dismenore primer ialah stenosis kanalis servikalis. Pada wanita dengan uterus dalam hiperantefleksi mungkin dapat terjadi stenosis kanalis servikalis, akan tetapi hal ini sekarang tidak dianggap sebagai faktor yang penting sebagai penyebab dismenore. Banyak wanita menderita dismenore tanpa stenosis servikalis dan tanpa uterus dalam hiperantefleksi.
Faktor endokrin
Rendahnya kadar progesteron pada akhir fase korpus luteum. Menurut Novak dan Reynolds, hormon progesteron menghambat atau mencegah kontraktilitas uterus sedangkan hormon estrogen merangsang kontraktilitas uterus. Menurut Clitheroe dan Pickles, endometrium dalam fase sekresi memproduksi prostaglandin F2 sehingga menyebabkan kontraksi otot-otot polos. Jika kadar prostaglandin yang belebihan memasuki peredaran darah, maka selain dismenore dapat juga dijumpai efek lainnya seperti: nausea, muntah, diarea, flushing. Jelaslah bahwa peningkatan kadar prostaglandin memegang peranan penting pada timbulnya dismenore primer.
Kelainan organik,
Seperti: retrofleksia uterus, hipoplasia uterus, obstruksi kanalis servikalis, mioma submukosum bertangkai, polip endometrium.
Faktor kejiwaan atau gangguan psikis
Seperti: rasa bersalah, ketakutan seksual, takut hamil, hilangnya tempat berteduh, konflik dengan kewanitaannya, dan imaturitas.
Faktor konstitusi
Seperti: anemia, penyakit menahun, dsb dapat memengaruhi timbulnya dismenore.
Faktor alergi.
Menurut Smith, penyebab alergi adalah toksin haid. Menurut riset, ada asosiasi antara dismenore dengan urtikaria, migren, dan asma bronkiale.
Ivadilla Azzahra, 2009 menulis selain faktor diatas beberapa faktor yang menyebabkan dismenore antara lain:
Faktor neurologist
Uterus dipersyarafi oleh sistem syaraf otonom yang terdiri dari syaraf simpatis dan parasimpatis. Jeffcoate mengemukakan bahwa dismenorea ditimbulkan oleh ketidakseimbangan pengendalian sistem syaraf otonom terhadap miometrium. Pada keadaan ini terjadi perangsangan yang berlebihan oleh syaraf simpatis sehingga serabut-serabut sirkuler pada istmus dan ostium uteri internum menjadi hipertonik.
Vasopresin
Kadar vasopresin pada wanita dengan dismenorea primer sangat tinggi dibandingkan dengan wanita tanpa dismenorea. Pemberian vasopresin pada saat menstruasi menyebabkan meningkatnya kontraksi uterus, menurunnya aliran darah pada uterus, dan menimbulkan nyeri. Namun, hingga kini peranan pasti vasopresin dalam mekanisme terjadinya dismenorea masih belum jelas.
Prostaglandin
Penelitian pada beberapa tahun terakhir menunjukkan bahwa prostaglandin memegang peranan penting dalam terjadinya dismenorea. Prostaglandin yang berperan di sini yaitu prostaglandin E2 (PGE2) dan F2α (PGF2α). Pelepasan prostaglandin di induksi oleh adanya lisis endometrium dan rusaknya membran sel akibat pelepasan lisosim.
Prostaglandin menyebabkan peningkatan aktivitas uterus dan serabut-serabut syaraf terminal rangsang nyeri. Kombinasi antara peningkatan kadar prostaglandin dan peningkatan kepekaan miometrium menimbulkan tekanan intrauterus hingga 400 mmHg dan menyebabkan kontraksi miometrium yang hebat. Selanjutnya, kontraksi miometrium yang disebabkan oleh prostaglandin akan mengurangi aliran darah, sehingga terjadi iskemia sel-sel miometrium yang mengakibatkan timbulnya nyeri spasmodik. Jika prostaglandin dilepaskan dalam jumlah berlebihan ke dalam peredaran darah, maka selain dismenorea timbul pula diare, mual, dan muntah.
Faktor hormonal
Umumnya kejang yang terjadi pada dismenorea primer dianggap terjadi akibat kontraksi uterus yang berlebihan. Dalam penelitian Novak dan Reynolds terhadap uterus kelinci didapatkan kesimpulan bahwa hormon estrogen merangsang kontraktilitas uterus, sedang hormon progesteron menghambatnya. Tetapi teori ini tidak menerangkan mengapa dismenorea tidak terjadi pada perdarahan disfungsi anovulatoar, yang biasanya disertai tingginya kadar estrogen tanpa adanya progesteron.
Kadar progesteron yang rendah menyebabkan terbentuknya PGF2α dalam jumlah banyak. Kadar progesteron yang rendah akibat regresi korpus luteum menyebabkan terganggunya stabilitas membran lisosom dan juga meningkatkan pelepasan enzim fosfolipase-A2 yang berperan sebagai katalisator dalam sintesis prostaglandin melalui perubahan fosfolipid menjadi asam archidonat. Peningkatan prostaglandin pada endometrium yang mengikuti turunnya kadar progesteron pada fase luteal akhir menyebabkan peningkatan tonus miometrium dan kontraksi uterus.
Leukotren
Helsa (1992), mengemukakan bahwa leukotren meningkatkan sensitivitas serabut nyeri pada uterus. Leukotren dalam jumlah besar ditemukan dalam uterus wanita dengan dismenorea primer yang tidak memberi respon terhadap pemberian antagonis prostaglandin.
Beberapa faktor di bawah ini dianggap sebagai faktor resiko timbulnya Nyeri Haid, yakni:
Haid pertama (menarche) di usia dini (kurang dari 12 tahun).
Wanita yang belum pernah melahirkan anak hidup (nullipara).
Darah haid berjumlah banyak (deras banget), atau masa menstruasi yang panjang.
Smoking.
Adanya riwayat nyeri haid pada keluarga.
Obesitas (Dudung, 2009).
Menurut Harlow (1996), faktor-faktor risiko berikut ini berhubungan dengan dismenorea primer yang berat (severe episodes of dysmenorrhea):
Menstruasi pertama pada usia amat dini (earlier age at menarche).
Periode menstruasi yang lama (long menstrual periods).
Aliran menstruasi yang hebat (heavy menstrual flow).
Merokok (smoking).
Riwayat kelurga yang positif (positive family history) (Anugroho, 2008).
Andersch, 1982; Sundell, 1990; dan Parazzini, 1994 menemukan kegemukan (obesity) dan konsumsi alkohol (alcohol consumption) berhubungan dengan dismenorea pada beberapa (tidak semua) penelitian. Sedangkan Andersch, 1982 mengemukakan aktivitas fisik dan lamanya siklus haid (duration of the menstrual cycle) tampaknya tidak berhubungan dengan nyeri haid yang meningkat (Anugroho, 2008).
Laurel D Edmundson (2006) telah mencatat faktor risiko pada dismenorea primer dengan rincian sebagai berikut:
Usia saat menstruasi pertama <12 tahun.
Nulliparity (belum pernah melahirkan anak).
Haid memanjang (heavy or prolonged menstrual flow).
Merokok.
Riwayat keluarga positif.
Kegemukan (Anugroho, 2008).
Karakteristik Dismenore Primer
Menurut Laurel D. Edmundson (2006) dismenore primer memiliki ciri khas sebagai berikut:
Onset dalam 6-12 bulan setelah menarche (haid pertama).
Nyeri pelvis atau perut bawah (lower abdominal atau pelvic pain) dimulai dengan onset haid dan berakhir selama 8-72 jam.
Low back pain.
Nyeri paha dimedial atau anterior.
Headache (sakit kepala).
Diarrhea (diare).
Nausea (mual) atau voniting (muntah) (Anugroho, 2008).
Berhubungan dengan gejala-gejala umum, seperti:
malaise (rasa tidak enak badan),
fatigue/lelah (85%),
nausea (mual) dan vomiting/muntah (89%),
diare (60%),
nyeri punggung bawah atau lower backache (60%),
dan sakit kepala atau headache (45%),
terkadang dapat juga disertai vertigo atau sensasi jatuh (dizziness), perasaan cemas, gelisah (nervousness), dan bahkan collapse (ambruk) (Anugroho, 2008).
Karakteristik dismenore primer menurut Ali Badziad (2003) yaitu sebagai berikut:
Sering ditemukan pada usia muda.
Nyeri sering timbul segera setelah mulai timbul haid teratur.
Nyeri sering terasa sebagai kejang uterus yang spastic dan sering disertai mual, muntah, diare, kelelahan, dan nyeri kepala.
Nyeri haid timbul mendahului haid dan meningkat pada hari pertama atau kedua haid.
Jarang ditemukan kelainan genetalia pada pemeriksaan ginekologis.
Cepat memberikan respon terhadap pengobatan medikamentosa.
Jenis Nyeri dismenore (Anugroho, 2008).
Derajat Nyeri Dismenore
Ditinjau dari berat ringanya rasa nyeri, dismenore dibagi menjadi tiga yaitu:
Dismenore ringan, yaitu dismenore dengan rasa nyeri yang berlangsung beberapa saat sehingga perlu istirahat sejenak untuk menghilangkan nyeri, tanpa disertai pemakaian obat.
Dismenore sedang, yaitu dismenore yang memerlukan obat untuk menghilangkan rasa nyeri tanpa perlu meninggalkan aktivitas sehari-hari.
Dismenore berat, yaitu dismenore yang memerlukan istirahat sedemikian lama dengan akibat meninggalkan aktivitas sehari-hari selama satu hari atau lebih (Okaparasta, 2003).
Berdasarkan jenis nyeri, nyeri haid dapat dibagi menjadi dismenore spasmodic dan dismenore kongestif (Arifin, 2008).
Kingston 1992 menulis Dismenore spasmodic merupakan nyeri yang hebat, sukar ditahan, dan mencengkram. Nyeri spasmodic terasa bagian bawah perut dan berawal sebelum masa haid mulai. Nyeri ini dapat berlangsung setengah hari sampai lima hari dan sering tampak seperti nyeri berkepanjangan (Arifin, 2008).
Banyak wanita terpaksa harus berbaring hingga pingsan, merasa sangat mual, bahkan ada yang benar-benar muntah. Kebanyakan penderita adalah wanita muda walaupun dijumpai pada kalangan yang berusia 40 tahun keatas. Dismenore spasmodic dapat diobati paling tidak dikurangi dengan lahirnya bayi pertama walupun banyak pula wanita yang tidak mengalami hal seperti itu (Arifin, 2008)
Dismenore kongestif dapat juga disebut sindrom prahaid atau ketegangan prahaid karena semua gejala yang terjadi pada hari-hari yang dekat dengan awl haid dan menghilang segera saat haid dating (Kingstom, 1992) penderita dismenore kongestif akan mengalami pegal, sakit pada buah dada, perut kembung tidak menentu, BH terasa terlalu ketat, sakit kepala, sakit punggung, pegal pada paha, merasa lelah atau sulit dipahami, mudah tersinggung, kehilangan keseimbangan, menjadi ceroboh, terganggu tidur, atau muncul memar dipaha dan dilengan atas yang berlangsung antara 2, 3 hari sampai kurang dari 2 minggu (Arifin, 2008).
Ditinjau dari rasa nyeri, derajat nyeri dismenore dibagi menjadi:
Derajat 0 : tanpa ada rasa nyeri dan aktivitas sehari-hari tidak terpengaruhi.
Derajat 1 : nyeri ringan dan memerlukan obat rasa nyeri seperti paracetamol, antalgin, postan, namun aktivitas jarang terpengaruhi.
Derajat 2 : nyeri sedang dan dapat tertolong dengan obat penghilang nyeri tetapi mengganggu aktivitas.
Derajat 3 : nyeri sangat hebat dan tidak berkurang walaupun minum obat dan tidak mampu bekerja. (Harunriyanto, 2008).
Penanganan
Beberapa cara pengobatan di bawah ini mungkin dapat menghilangkan atau minimal membantu mengurangi nyeri haid yang mengganggu. Cara tersebut antara lain obat-obatan, rileksasi, hipnoterapi, dan berbagai alternatif pengobatan (Arifin, 2008).
Obat-obatan
Wanita dengan dismenore primer banyak yang dibantu dengan mengkonsumsi obat anti peradangan bukan steroid (NSAID) yang menghambat produksi dan kerja prostaglandin. Obat itu termasuk aspirin, formula ibuprofen yang dijual bebas, dan naproksen. Untuk kram yang berat, pemberian NSAID seperti naproksen atau piroksikan dapat membantu. Tidak ada satu pun NSAID yang superior_tiap orang menanggapi setiap obat dengan berbeda_sehingga perlu dicoba beberapa jenis obat sampai menemukan satu obat yang dapat bekerja dengan baik (Arifin, 2008).
Beberapa dokter meresepkan pil KB untuk meredakan dismenore, tetapi hal itu tidak dianggap sebagai penggunaan yang tepat. Namun, hal itu dapat menjadi pengobatan yang sesuai bagi wanita yang ingin menggunakan alat KB berupa pil (Arifin, 2008).
Rileksasi
Tubuh kita bereaksi saat kita stres maupun ketika kita dalam keadaan rileks. Saat kita terancam atau takut, tubuh kita memberikan 2 macam reaksi, ‘fight or flight’, yang dicetuskan oleh hormon adrenalin. Otot tubuh menjadi tegang, napas lebih cepat, jantung berdenyut lebih cepat, tekanan darah meninggi untuk menyediakan oksigen bagi otot tubuh, gula dilepaskan dalam jumlah yang banyak dari hati untuk memberikan ‘bahan bakar’ bagi otot, keseimbangan natrium dan kalium berubah, dan keringat mulai bercucuran. Tanda pertama yang menunjukan keadaan stres adalah adanya reaksi yang muncul yaitu menegangnya otot (Arifin, 2008).
Akan tetapi, jika kita rileks maka kita menempatkan tubuh kita pada posisi yang sebaliknya. Otot tidak tegang dan tidak memerlukan sedemikian banyak oksigen dan gula, jantung berdenyut lebih lambat, tekanan darah menurun, napas lebih mudah, hati akan mengurangi pelepasan gula, natrium dan kalium dalam tubuh kembali seimbang, dan keringat berhenti bercucuran (Arifin, 2008).
Dalam kondisi rileks tubuh juga menghentikan produksi hormon adrenalin dan semua hormon yang diperlukan saat kita stress. Karena hormon seks esterogen dan progesteron serta hormon stres adrenalin diproduksi dari blok bangunan kimiawi yang sama, ketika kita mengurangi stres kita juga telah mengurangi produksi kedua hormon seks tersebut. Jadi, dapat kita lihat perlunya rileksasi untuk memberikan kesempatan bagi tubuh untuk memproduksi hormon yang penting untuk mendapatkan haid yang bebas dari nyeri (Arifin, 2008).
Beberapa posisi yoga dipercaya dapat menghilangkan kram menstruasi. Salah satunya adalah peregangan kucing. Sebuah latihan yang dirancang untuk meningkatkan kondisi otot berguna juga untuk mengatasi nyeri saat haid (lihat majalah Nirmala edisi no.09/II/September 2000 untuk lebih mengetahui kombinasi gerakannya) (Arifin, 2008).
Hipnoterapi
Salah satu metode hipnoterapi adalah mengubah pola pikir dari yang negatif ke positif. Pendekatan yang umumnya dilakukan adalah memunculkan pikiran bawah sadar agar latar belakang permasalahan dapat diketahui dengan tepat (Arifin, 2008).
Elyarnis -31 tahun- berhasil menghilangkan rasa sakit saat menstruasi dan melahirkan setelah ia mencoba metode hipnoterapi (Arifin, 2008).
Caranya adalah saat menstruasi belum datang, rilekskan tubuh dalam posisi terlentang di tempat tidur dengan kedua tangan berada disamping tubuh. Nonaktifkan pikiran. Dengan mata yang terpejam, sadari kondisi saat itu. Setelah benar-benar rileks dan nyaman, pelan-pelan instruksikan pada diri sendiri sebuah perintah yang bunyinya, "rasa sakit yang biasanya datang saat menstruasi, hilang!". Ucapkan kalimat itu berulang-ulang dalam hati sembari meyakini bahwa hal itu pasti akan terjadi. Sekitar 15 kemudian, buka mata. Maka anda akan merasa segar dan nyaman, dan pikiran terasa lepas dari beban (Arifin, 2008).
Instruksi itu dengan sendirinya menunjukan pola pikir kita telah berubah. Menstruasi itu tidak harus sakit. Selama ini pikiran kita terpola bahwa menstruasi itu sakit, maka benar-benar sakit (Arifin, 2008).
Seminggu sesudah terapi, meskipun jadwal menstruasi tinggal 1 hari lagi datang, ia tidak merasakan apa-apa. Ketika haid muncul, tidak ada rasa panas dan nyeri yang biasa menyertainya. Pegal-pegal sedikit memang masih ada tapi tidak terasa mengganggu (Arifin, 2008).
Alternatif pengobatan
Selain pemakaian obat penawar sakit tanpa resep, relaksasi, dan hipnoterapi, ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi nyeri haid.
Suhu panas merupakan ramuan tua yang patut dicoba. Gunakan heating pad (bantal pemanas), kompres handuk atau botol berisi air panas di perut dan punggung bawah, serta minum minuman yang hangat. Mandi air hangat juga dapat membantu.
Tidur dan istirahat yang cukup, serta olah raga teratur (termasuk banyak jalan). Beberapa wanita mencapai keringanan melalui olah raga, yang tidak hanya mengurangi stres tapi juga meningkatkan produksi endorfin otak, penawar sakit alami tubuh. Tidak ada pembatasan aktivitas selama haid.
Pada kasus yang sangat jarang dan ekstrim, kadang diperlukan eksisi pada saraf uterus.
Sebuah terapi alternatif, yaitu visualisasi_konsentrasi pada warna sakit sampai mencapai penguasaan atasnya_dapat membantu mengurangi nyeri haid.
Sebagai tambahan, aroma terapi dan pemijatan juga dapat mengurangi rasa tidak nyaman. Pijatan yang ringan dan melingkar dengan menggunakan telunjuk pada perut bagian bawah akan membantu mengurangi nyeri haid. Mendengarkan musik, membaca buku atau menonton film juga dapat menolong (Arifin, 2008).

Remaja
Pengertian
Remaja atau “adolescence” (Inggris), berasal dari bahasa latin “adolescare” yang berati tumbuh kearah kematangan. Kematangan yang dimaksud adalah bukan hanya kematangan fisik saja, tetapi juga kematangan sosial dan psikologis. Batasan usia remaja menurut WHO adalah 12 sampai 24 tahun. Menurut Depkes RI adalah antara 10 sampai 19 tahun dan belum kawin . Menurut BKKBN adalah 10 sampai 19 tahun (Yani Widyastuti dkk, 2009).
Masa remaja adalah masa transisi yang ditandai oleh adanya perubahan fisik, emosi dan psikis. Masa remaja, yakni antara usia 10-19 tahun, adalah suatu periode masa pematangan organ reproduksi manusia dan sering disebut masa pubertas. Masa remaja adalah periode peralihan dan masa anak kemasa dewasa (Yani Widyastuti dkk, 2009).
Pada remaja tersebut terjadilah suuatu perubahan organ-organ fisik (organobiologik) secara cepat, dan perubahan tersebut tidak seimbang dengan perubahan kejiwaan (mental emosional). Terjadinya kematangan seksual atau alat-alat reproduksi yang berkaitan dengan system reproduksi, merupakan suatu bagian penting dalam kehidupan remaja sehingga diperlukan perhatian khusus (Yani Widyastuti dkk, 2009).
Tahap Perkembangan Remaja
Yani Widyastuti dkk (2009) mengemukakan tahap perkembangan remaja berdasarkan sifat atau cirri perkembanganya, masa, rentang waktu remaja ada tiga tahap yaitu:
Masa remaja awal (10-12 tahun)
Tampak dan memang merasa lebih dekat dengan teman sebaya.
Tampak dan merasa ingin bebas.
Tampak dan memang lebih banyak memperhatikan keadaan tubuhnya dan mulai berpikir yang khayal (abstrak).
Masa remaja tengah (13-15 tahun)
Tampak dan merasa ingin mencari identitas diri.
Ada keinginan untuk berkencan atau ketertarikan pada lawan jenis.
Timbul perasaan cinta yang mendalam.
Kemampuan berfikir abstrak (berkhayal) semakin berkembang.
Berkhayal mengenai hal-hal yang berkaitan dengan seksual.
Masa remaja akhir (16-19 tahun)
Menampakan pengungkapan kebebasan diri.
Dalam mencari teman sebaya lebih selektif.
Memiliki citra (gambaran, keadaan, peranan) terhadap dirinya.
Dapat mewujudkan perasaan cinta.
Memiliki kemampuan khayal atau abstrak.

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Nyeri Haid (Dismenorea)
Status Gizi
Pengertian Status Gizi
Status gizi merupakan keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu. Contoh: Gondok endemic merupakan keadaan tidak seimbangnya pemasukan dan pengeluaran Yodium dalam tubuh (Nyoman I Dewa, 2002).
Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absobsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ, serta menghasilkan energy (Setiyabudi, 2007).
Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu, contoh gondok endemik merupakan keadaaan tidak seimbangnya pemasukan dan pengeluaran yodium dalam tubuh (Setiyabudi, 2007).
Pengukuran Status Gizi
Antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut pandangan gizi, maka antropometri berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi (Nyoman I Dewa, 2002).
Pengukuran Indeks Masa Tubuh (IMT) meliputi:
Tinggi Badan
Tinggi badan (TB) merupakan indicator umum ukuran tubuh dan panjang tulang.
Berat Badan
Berat Badan (BB) merupakan ukuran antropometri yang paling banyak digunakan.
IMT=(BB (Kg))/(TB^2 (m))
Keterangan:
IMT = Indek Masa Tubuh
BB = Berat Badan
TB = Tinggi Badan
Tabel 2.1 Katagori Ambang Batas IMT Untuk Indonesia
Kategori IMT
Kurus Kekurangan BB tingkat berat < 17,0
Kekurangan BB tingkat ringan 17,0-18,5
Normal 18,5-25,0
Gemuk Kelebihan BB tingkat ringan 25,0-27,0
Kelebihan BB tingkat berat >27,0
Sumber: Nyoman I Dewa, 2002

Hubungan Status Gizi Obesitas dengan Nyeri Haid (Dismenorea)
Masalah gizi pada remaja timbul karena perilaku gizi yang salah, yaitu ketidakseimbangan antara konsumsi gizi dengan kecukupan gizi yang dianjurkan (Gsianturi, 2002). Remaja putri sering melewatkan dua kali waktu makan dan lebih memilih kudapan. “Makanan sampah” (junk food) kini semakin digemari oleh remaja, baik sebagai kudapan maupun “makan besar”. Disebut makanan sampah karena sangat sedikit (bahkan ada yang tidak sama sekali) mengandung kalsium, besi, riboflavin, asam folat, vitamin A dan C, sementara kandungan lemak jenuh, kolesterol, dan natrium tinggi. Proporsi lemak sebagai penyedia kalori lebih dari 50% total kalori yang terkandung dalam makanan itu (Arisman, 2004).
Prostaglandin adalah semua kelompok yang diturunkan dari asam lemak 20-karbon tak jenuh, terutama asam arakidonat melalui jalur siklooksigenase; prostaglandin terlibat dalam berbagai proses fisiologis (Dorland, 2005).
Diaz, 1998 menyatakan semakin banyak lemak semakin banyak pula prostaglandin yang dibentuk, sedangkan peningkatan kadar prostaglandin dalam sirkulasi darah diduga sebagai penyebab dismenore (Utami, 2009)
Prostaglandin menyebabkan peningkatan aktivitas uterus dan serabut-serabut syaraf terminal rangsang nyeri. Kombinasi antara peningkatan kadar prostaglandin dan peningkatan kepekaan miometrium menimbulkan tekanan intrauterus hingga 400 mmHg dan menyebabkan kontraksi miometrium yang hebat. Selanjutnya, kontraksi miometrium yang disebabkan oleh prostaglandin akan mengurangi aliran darah, sehingga terjadi iskemia sel-sel miometrium yang mengakibatkan timbulnya nyeri spasmodik. Jika prostaglandin dilepaskan dalam jumlah berlebihan ke dalam peredaran darah, maka selain dismenorea timbul pula diare, mual, dan muntah (Okparasta, 2003).
Hubungan Status Gizi Kurang dengan Nyeri Hiad (Dismenore)
Faktor konstitusi merupakan penyebab nyeri haid. Faktor ini, yang erat hubunganya dengan faktor tersebut diatas, dapat juga menurunkan ketahanan terhadap rasa nyeri. Faktor-faktor seperti anemia, penyakit menahun, dan sebagainya dapat memengaruhi timbulnya dismenorea (Hanifa, 2005).
Masalah status gizi makro dan mikro menyebabkan tubuh menjadi kurus, berat badan turun, anemia, dan mudah sakit (www.gizinet.com). Status gizi merupakan gambaran secara makro akan zat gizi tubuh kita, termasuk salah satunya adalah zat besi. Dimana bila status gizi tidak normal dikawatirkan status zat besi dalam tubuh juga tudak baik. Sehingga dapat dikatakan bahwa status gizi merupakan salah satu faktor resiko terjadinya anemia (Nisaak, 2009).
Hasil penelitian yang dilakukan Gunawan (2002) di empat SLTP di Jakarta menunjukkan bahwa nyeri haid ditemukan tinggi pada siswi SLTP dengan faktor gizi kurang, kurang melakukan kegiatan fisik, siswi dengan kecemasan sedang sampai berat (Anugroho, 2008).

Alergi
Pengertian
Alergi adalah sebuah reaksi yang dilakukan tubuh terhadap masuknya sebuah "benda asing". Ketika sebuah substansi tak dikenal masuk, antigen, tubuh serta merta akan meningkatkan daya imunitasnya untuk bekerja lebih giat. Normalnya, sistem kekebalan tubuh akan memproteksi tubuh dari daya rusak yang dilakukan benda asing tersebut, bakteri atau racun. Akan tetapi, jika tubuh melakukan reaksi berlebihan atas substansi pelemah tersebut, terjadi hipersensivitas (AsianBraind, 2008).
Alergi merupakan perubahan reaksi tubuh terhadap kuman-kuman penyakit. Keadaan sangat peka terhadap penyebab tertentu (zat, makanan, serbuk, keadaan udara, asap, dan sebagainya) yang dalam keadaan tertentu tidak membahayakan untuk sebagian orang (KBBI, 2002).
Hubungan Alergi dengan Dismenore
Mekanisme alergi, misalnya terhadap makanan, dapat dijelaskan sebagai berikut. Secara imunologis, antigen protein utuh masuk ke sirkulasi dan disebarkan ke seluruh tubuh. Untuk mencegah respon imun terhadap semua makanan yang dicerna, diperlukan respon yang ditekan secara selektif yang disebut toleransi atau hiposensitisasi. Kegagalan untuk melakukan toleransi oral ini memicu produksi antibodi IgE berlebihan yang spesifik terhadap epitop yang terdapat pada alergen. Antibodi tersebut berikatan kuat dengan reseptor IgE pada basofil dan sel mast, juga berikatan dengan kekuatan lebih rendah pada makrofag, monosit, limfosit, eosinofil, dan trombosit (Agathariyadi, 2009).
Ketika protein melewati sawar mukosa, terikat dan bereaksi silang dengan antibodi tersebut, akan memicu IgE yang telah berikatan dengan sel mast. Selanjutnya sel mast melepaskan berbagai mediator (histamine, prostaglandin, dan leukotrien) yang menyebabkan vasodilatasi, sekresi mukus, kontraksi otot polos, dan influks sel inflamasi lain sebagai bagian dari hipersensitivitas cepat (Agathariyadi, 2009).
Helsa (1992) mengemukakan bahwa leukotren meningkatkan sensitivitas serabut nyeri pada uterus. Leukotren dalam jumlah besar ditemukan dalam uterus wanita dengan dismenore primer yang tidak merespon terhadap pemberian antagonis prostaglandin (Okapasta, 2003).
Teori tentang faktor alergi detemukan setelah memperhatikan adanya hubungan antara dimenore dengan urtika, migraine, atau asma bronkhiale (Okapasta, 2003). Simth menduga sebab alergi ialah toksin haid (Hanifa, 2005).
Stress
Pengertian
Stress menurut Kamus Besar Bahasa Indinesia (KBBI) adalah gangguan atau kekacauan mental atau emosional yang disebabkan oleh faktor luar, ketegangan itu sendiri.
Stress adalah reaksi terhadap situasi yang tampak berbahaya atau sulit (e-smartschool, 2008). Stress menurut Rafisahankar (2008) adalah tanggapan manusia pada setiap perubahan atau tuntutan, baik yang sifatnya internal maupun eksternal. Stress sering diartikan secara sekilas sebagai tekanan yang dihadapi sehari-hari (Irawan, 2007). Orang stress adalah orang yang tidak memiliki kesiapan mental menrima kenyataan yang ada (Djanjendra, 2007)
Gejala-gejala stress
Gejala-gejala stress menurut Braham (Handoyono, 2001) dapat berupa tanda-tanda berikut ini:
Fisik
Gejala fisik yaitu sulit tidur teratur, sakit kepala, buang besar, adanya ganguan pencernaan, radang usus, kulit gatal-gatal, punggung terasa sakit, urat-urat pada bahu dan leher tersa tegang, keringat berlebihan, berubah selera makan, tekanan darah tinggi atau serangan jantung, dan kehilangan anergi.


Emosional
Gejala emosional yaitu marah-marah, mudah tersinggung, dan terlalu sensitive, gelisah dan cemas, suasana hati mudah berubah-ubah, sedih, mudah menangis dan depresi, gugup, agresif terhadap orang lain mudah bermusahan serta mudah menyerang dan kelesuan mental.
Inteltual
Gejala entelektual yaitu mudah lupa, kacau pikarannya, gaya ingat menurun, sulit berkosentrasi, suka melamun berlebihan, pikiran hanya di penuhi satu pikiran saja.
Penyebab stress
Penyebab –penyebab stress antara lain :
Kejadian hidup sehari baik gembira maupun sedih seperti
Menikah atau mempunyai anak.
Mulai tempat kerja baru atau pindah rumah atau imigrasi.
Kehilangan orang yang dicintai baik karena meninggal atau cerai.
Masalah hubungan pribadi.
Pelajaran sekolah maupun perkerjaan yang membutuhkan jadwal yang ketat, dan atau berkerja dengan atasan yang keras dan kurang pengertian.
Tidak sehat.
Likungan seperti terlalu ramai, terlalu banyak orang atau terlalu panas didalam rumah atau tempat kerja.
Masalah keuangan seperti hutang dan pengeluaran di luar kemampuan.
Kurang percaya diri, pemalu.
Terlalu ambisi dan bercita-cita terlalu tinggi.
Perasaan negative seperti rasa bersalah dan tidak tahu cara pemecahanya, frustasi.
Tidak dapat bergaul, kurang dukungan kawan.
Membuat keputasa masalah yang bisa merubah jalan hidupnya atau dipaksa untuk merubah nilai-nilai atau perinsip pribadi (e-smartschool, 2008).
Hubungan stress dengan disminore
Respon stress dikoordinasikan dengan upaya tubuh oleh system syaraf otonom yang terdiri dari saraf simpatis dan parasimpatis. Jeffcoate mengemukakan bahwa dismenore ditimbulkan oleh ketidak seimbangan pengadilan syaraf otonom terhadap miometrium. Pada keadaan ini terjadi rangasangan yang berlebihan oleh syaraf simpatis sehingga serabut-serabut sirkuler pada istimus dan istium uteri internum menjadi hipertonik (Okparsta, 2003).
Risiko untuk merngalami disminore ini meningakat hingga sepuluh kali lipat pada wanita yang mempunyai riwayat disminore dan stress tinggi sebelunya dibandingakan dengan wanita yang tidak mempunyai riwayat tersebut sebelunnya (Jurnal Occupational and Environmental Medicine).
Hanifa (2005) menyatakan bahwa pada gadis-gadisyang secara emosional tidak stabil,apalagi jika mereka tidak dapat penerangan yang baik tentang proses haid,mudah timbul dismenore.
Dari hasil penelitian Karya Tulis Ilmiah Anik Hidayatin yang berjudul Faktor-faktor yang berhubungan dengan gangguan menstrusi (Dysmenorrhoe) pada remaja putri di MTS Negeri Tuban didapatkan 76 responden (76%) dysmenorrhoe karena faktor psikis mengahapi ujian.

Usia Menarche
Menstruasi pertama dalam bahasa kedokteranya menarche yang berhasil dari bahasa yunani yang berarti “Permulaan bulan”. Berlaku pada kisaran umur 12 tahun atau bahasa agama akhir balig (Aulia, 2009). Pendarahan (menstruasi) untuk pertama kali disebut menarch pada umur 12-13 tahun ( Manuaba, 1999).
Usia gadis remaja pada wktu pertama kalinya mendapat haid (menarche) bervariasi lebar yaitu antara 10-16 tahun, tetapi rata-rata 12,5 tahun. Statisik menunjukan bahwa usia menarche dipengaruhi faktor keturunan, keadaan gizi, dan kesehatan umur (Hanifa, 2005).
Proses menstruasi bermula sekitar umur 12 atau 13 tahun walaupun ada yang lebih cepat sekitar umur 9 tahun dan selambat –lambatnya umur 16 tahun (Aulia, 2009).
Menurut Harlow (1996) salah satu faktor resiko dismenore primer adalah menstruasi pertama pada usia amat dini (earlier age at menarche). Laurel D Edmundson (2006) telah mencatat faktor risiko pada dismenorea primer antara lain usia saat menstruasi pertama <12 tahun (Anugroho, 2008).

Lamanya Haid
Lamanya haid biasanya antara 3-5 hari diikuti darah sedikit-sedikit kemudian, dan ada yang sampai 7-8 hari. Pada setiap wanita biasnya lama haid itu tetap (Hanifa, 2005).
Waktu paling lama bagi sebagian wanita yang kedatangan menstruasi ialah 15 hari, walaupun ada kalanya menstruasi dating terputus-putus, akan tetapi pada kondisi lain sebagian wanita juga mengalami menstruasi 3-7 hari. Lama menstruasi normal menurut dr. I Putu Gde Asrana tidak melebihi 10-12 hari (Aulia, 2009). Hipermenore adalah perdarahan menstruasi yang lebih banyak dari keadaan normal. Biasanya lebih dari 8 hari (Aulia, 2009).
Menerangkan lamanya darah haid yang keluar, dimana normalnya 2-5 hari. Bila darah haid yang keluar >6 hari, disebut menorargia (FKUI, 2008). Hipermenore/menorargia ialah perdarahan haid yang lebih banyak dari normal atau lebih lama dari normal (lebih dari 8 hari) (Hanifa, 2005).
Menurut Harlow (1996) salah satu faktor resiko dismenore primer adalah periode menstruasi yang lama (long menstrual periods). Laurel D Edmundson (2006) telah mencatat faktor risiko pada dismenorea primer adalah haid memanjang (heavy or prolonged menstrual flow) (Anugroho, 2008).

Riwayat Keturunan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002), riwayat merupakan uraian tentang segala sesuatu yang telah dialami (dilakukan) seseorang. Sedangkan turun-temurun berarti berpindah-pindah dari orang tua kepada anak, kepada cucu, dan seterusnya.
Halow (1996) dan Laurel D. Edmundson (2006) telah mengemukakan bahwa salah satu faktor resiko dismenore adalah riwayat keluarga positif (positive family history) (Anugroho, 2008).

faktor-faktor yang berhubungan dengan dismenore

ABSTRAK



Kristina Agustianingsih, 2010. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian dismenore primer pada remaja putri kelas VII dan kelas VIII di SMP Nurul Ikhlas Bekasi Timur tahun 2010, KTI, Mehasiswa Program Studi Diploma III Kebidanan Gema Nusantara Bekasi.

Kata Kunci: Faktor-faktor yang berhubungan dengan dismenore, cross sectional

Nyeri Menstruasi atau Dysmenorrhea merupakan suatu masalah yang serius bagi kaum wanita jika tidak segera ditangani dengan terapi yang tepat (Qittun, 2008). Dismenore primer adalah nyeri haid yang dijumpai tanpa kelainan alat-alat genital yang nyata. Dismenorea primer (primary dysmenorrhea) biasanya terjadi dalam 6-12 bulan pertama setelah menarche (haid pertama) segera setelah siklus ovulasi teratur (regular ovulatory cycle) ditetapkan/ditentukan (Anugroho, 2008).
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik, bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian dismenore primer pada remaja putri kelas VII dan VIII di SMP Nurul Ikhlas Bekasi Timur tahun 2010. Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat kolerasi dengan desain penelitian cross sectional dengan teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner (lembar pertanyaan) dan pengukuran (data primer).
Populasi terdiri dari semua siswi kelas VII dan kelas VIII tahun 2010 sebanyak 140 siswi dengan presisi 10% menggunakan rumus sampel menurut Notoatmodjo didapatkan sampel sebanyak 65 responden. Variabel yang diteliti adalah dismenore sebagai variabel dependen dan status gizi, alergi, stress, usia menarche, lamanya haid, serta riwayat keluarga sebagai variabel independen. Data diuji dengan chi square (x2) mencari hubungan kemaknaan.
Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara dismenore primer pada remaja putri kelas VII dan VIII di SMP Nurul Ikhlas Bekasi Timur dengan stress (Pvalue¬=0,015 dan Xhitung=7,591), usia menarche (Pvalue¬=0,005 dan Xhitung=9,673), lamanya haid (Pvalue¬=0,010 dan Xhitung=8,378), dan riwayat keturunan (Pvalue¬=0,029 dan Xhitung=6,456). Sedangkan variabel yang tidak berhubungan secara signifikan adalah status gizi (Pvalue¬=0,750 dan Xhitung=0,406) dan alergi (Pvalue¬=1,000 dan Xhitung=0,080).
Setelah melihat hasil penelitian, saran yang dapat diajukan bagi tempat penelitian, institusi pendidikan, peneliti selanjutnya, dan siswi SMP Nurul Ikhlas hendaknya hasil penelitian ini dapat dijadikan salah satu sumber/bahan acuan serta pertimbangan dalam upaya mengurangi atau mencegah dismenore primer pada remaja.

Kepustakaan : 39, buku 18 (1998-2009), Website 21.